Sejarah Kebangkitan Nasional
Menurut Sejarah. Tepat pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908 Soetomo menjelaskan gagasannya di salah satu ruang belajar STOVIA, bahwa "hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka" Kata itu diucapkan oleh Soetama pukul sembilan pagi. Maka lahirlah Boedi Oetomo.
Para pemuda yang ada pada saat itu juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak selain juga harus berorganisasi. Pemuda-pemuda berpendapat dan sepakat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo yang baru saja lahir dan terbentuk, sedangkan para pemuda sendiri yang akan menggerakkan organisasi itu.
Mengiringi perjalanannya yang kurang lebih sepuluh tahun sejak berdirinya Budi Utomo, Organisasi Budi Utomo ini mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Kebanyakan para pemimpin dalam organisasi ini berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan. Dari kalangan keraton yang memimpin organisasi tersebut, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, mantan Bupati Karanganyar, dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
Perkembangan Kebangkitan Nasional
Pada perkembangannya, Budi Utomo mengalami perkembangan penting saat dipimpin oleh Pangeran Noto Dirodjo. Pada saat itu, Douwes Dekker yang merupakan salah seorang Indo-Belanda sangat properjuangan bangsa Indonesia, keterus terangan beliau dalam mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata.
Dengan pengaruh beliaulah pengertian mengenai kalimat "tanah air Indonesia" makin lama bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang-orang Jawa. Hingga muncullah sebuah perkumpulan yang bernama Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan yang digagasnya ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali.
Sejak mulai berdiri, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo dan pada tanggal 3 sampai dengan 5 Oktober 1908, saat itu Budi Utomo menyelenggarakan kongres pertama di Kota Yogyakarta. Dalam konggres tersebut diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama.
Banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo.
Bersamaan dengan itu muncullah Sarekat Dagang Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di wilayah Solo dengan tujuan untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, berselang nama itu diubah oleh Tjokroaminoto menjadi Sarekat Islam yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan.
Terbentuknya Sarekat Islam dan Indische Partij
Dengan terbentuknya perkumpulan Sarekat Dagang Islam menyebabkan perkumpulan Budi Utomo agak sedikit terdesak ke dan mundur belakang. Gerakan yang dilakukan oleh Sarekat Islam dan Indische Partij bersifat politik ini rupanya membuat belanda mulai panik karena makna nasionalisme yang disuarakan kepada msyarakat semakin dimengerti oleh kalangan luas. Hingga pada suatu ketika Pemerintah Hindia Belanda mau merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui pejabat menjadikan rakyat menjadi sangat marah.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda mau merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya dengan menggunakan uang rakyat, lantas kemarahan rakyat tersebut dituangkankan dalam sebuah artikel oleh Soewardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) dengan judul "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai bentuk sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Akibatnya, Ki Hadjar Dewantara dijebloskan ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Sejak peristiwa itulah, akhirnya Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Untuk mengenang Tokoh Kebangkitan Nasioanal seiring perjuangan dalam membangkitkan rasa nasionalisme untuk mewujudkan Indonesia merdeka, ada 5 (lima) yang dapat dirangkum oleh Guru Dikdas Lamongan, diantaranya:
- Dr. Soetomo.
- Dr. Cipto Mangunkusumo.
- Douwes Dekker.
- HOS Cokroaminoto.
- Ki Hadjar Dewantara.
Merekalah Tokoh Kebangkitan Nasional dan tiap tahun tepat pada tanggal 20 Mei diperingati dengan Hari Kebangkitan Nasional.
0 Comments
Silahkan tinggalkan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan. Komentar yang bersifat spam dan mengandung sara, mohon maaf akan kami hapus.